Pasti pernah ya kita merasa sendirian, ndak ada yang bisa diajak untuk ngapa-ngapain bareng. Mau kemanapun sendirian. Mau melakukan sesuatu juga sendirian. Sebenernya ada banyak orang di sekitar kita, tapi kita tetep merasa sendirian. Sampai-sampai aku pernah bilang sama diriku sendiri, "kok kasihan ya jadi aku, ngapa-ngapain selalu sendirian".
Sebenernya bukan tanpa alasan aku melakukannya sendirian. Ada beberapa hal yang membuatku sadar untuk mulai melakukan semuanya sendirian.
Pertama,
Takut merepotkan orang lain. Alasan klasik yang jadi pembenaran atas semua sikap individualisku. Aku ndak pengen merepotkan orang lain di sekitarku, orang-orang terdekatku. Aku selalu mikir bahwa mereka punya masalah dan kegiatannya sendiri. Maka dari itu, aku takut menambahi beban mereka.
Ini bertolak belakang dengan apa yang selalu kubilang ke temen-temen di sekitarku. Aku berusaha untuk jadi teman bagi semua orang. Tapi aku lupa untuk jadi teman diriku sendiri. Selalu membantu teman, tapi lupa membantu diriku sendiri.
Kedua,
Kupikir bekerja bersama orang itu bisa jadi pisau bermata dua. Bisa jadi pekerjaan itu akan cepat selesai atau justru semakin ribet karena ada dua kepala yang memikirkannya (apalagi jalan pikirnya juga berbeda, bisa-bisa malah bikin hati ndak nyaman).
Maka, yang sering terjadi padaku saat kegiatan berkelompok adalah kecenderunganku untuk diam. Ngikut aja. Untuk mengeluarkan pendapatku sendiri, aku butuh waktu yang lama sampai aku benar-benar siap ngomong. Takut mereka ndak paham maksudku. Bisa dibilang kemampuan berbahasaku sangat payah. Hatiku sedih saat orang lain ndak bisa paham apa yang kumaksud. Mungkin ini juga yang membuat orang-orang merasa ndak nyambung samaku. Its okay, aku berusaha menyayangi diriku yang seperti ini.
Ketiga,
Dengan sendirian, kemungkinan aku menyakiti hati orang lain akan semakin kecil. Rasa bersalahku yang muncul setelahnya juga akan berkurang.
Aku berusaha menyayangi diriku yang sulit mengutarakan pendapatku di depan umum. Aku mencoba menyayangi diriku sendiri dalam semua aspek hidupku. Karena aku tahu ndak ada yang bisa sayang samaku seperti sayang ibukku samaku. Its okay, jangan sedih akan hal itu. Aku bisa menyayangi diriku sendiri. Begitu juga kamu. Kamu bisa jadi teman sejati sekaligus penyemangat dirimu sendiri.
Ketika semua hal dalam dirimu sudah diterima dengan lapang. Kesepian pun ndak akan jadi masalah besar. Memang kita makhluk sosial. Tapi bagiku sendiri, aku memang makhluk sosial, punya teman. Tapi ndak punya teman yang benar-benar klop/cocok, sampai-sampai aku bisa menceritakan hal-hal yang ndak penting samanya.
Setelah ibuk ndak ada, rasanya teman dekatku hilang. Aku sendirian. Inilah saatnya belajar untuk menerima kesendirian itu sendiri. Menerima rasa kesepian, kemudian bersahabat dengannya.
Kata Mas Adji Santosopuro selalu mengingatkanku bahwa kesepian itu ndak harus dilawan, justru jangan dilawan. Tapi diterima, supaya kita bisa bersahabat dengan kesepian itu.
Kita lahir di dunia sendirian, kita juga belajar untuk diri kita sendiri. Kita bertanggungjawab atas diri kita sendiri. Sampai meninggal pun kita sendirian. Ayo kita sama-sama belajar menerima rasa kesepian dan belajar dari kesendirian kita.
Kata Mas Adjie S., berawal dari sendiri akan muncul ide-ide hebat yang luar biasa lo. Kuyakin aku bisa, kamu juga pasti bisa :")