Tepat 9 Juni 2018 lalu saya dan
beberapa tim desa binaan HMTG FT UGM melakukan studi banding mengenai
pengembangan dari sebuah obyek geowisata di Gunung Api Purba Nglanggeran.
Lokasi dari Gunung Api Purba ini sendiri adalah Nglanggeran
Wetan, Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul Regency, Special Region of Yogyakarta
55862.
Sebenarnya studi banding
itu salah satu cara saya mengisi liburan saya saat itu. Mumpung saya masih di
jogja kan ya, terus ada kegiatan studi banding ke sana dan kebetulan saya belum
pernah kesana. Saya tertarik sekali karena berhubungan dengan masyarakat sekali
kan obyek wisata itu. Maksudnya seluruh elemen masyarakat di sekitar Gunung Api
Purba Nglanggeran itu turut ikut serta dalam pengembangan obyek wisata tersebut,
dari segi keindahan alam, budaya, kuliner, seluruhnya dibungkus dengan apik dan
menarik.
Tak sedikit turis local maupun
mancanegara datang berkunjung ke kawasan geowisata Gunung Api Purba
Nglanggeran. Benar adanya, ketika saya dan teman-teman sampai di pintu masuknya
saja kami sudah bertemu dengan dua rombongan turis mancanegara berkebangsaan
Cina (hmm, mungkin lo ya, kalau ndak ya
Jepang atau Korea, soalnya saya belum bisa membedakan antara ketiganya. Karena serumpun
jadi saya anggap sama hehe… ya maaf kalo beda ._.)
Itu baru di pintu
masuknya, pas kami dalam perjalanan menuju puncak, kami bertemu lagi dengan dua
rombongan turis mancanegara (mungkin), usianya seumuran dengan kami, tingginya
hampir sama, badannya juga hampir sama besarnya, Cuma beda warna kulitnya aja (waduh, peace mas mbak bro sis :v)
Di sepanjang perjalanan
mas pemandu wisata kami ndak ada henti-hentinya ngomong panjang lebar memberikan
penjelasan mengenai obyek wisata tersebut. Pemandu wisata kami itu namanya Mas
Dimas (nama sementara, karena saya lupa
nama aslinya masnya siapa .-.)
Sempet heran juga masnya
latihan fisiknya ngapain aja ya? Kok kuat jalan dengan jalur yang sedemikian
sulitnya (buat saya ya, kebetulan saat
itu asma saya lagi kambuh dan sebelumnya saya belum ada persiapan fisik semacam
latfis sama sekali, jadi itu berat bangett :’)), apalagi ditambahi ngomong
terus ngasih penjelasan, belum lagi kalo pertanyaan dari wisatawannya ndak karuan kan.
Obyek wisata ini terdiri
dari 5 pos pemberhentian, namun saat itu kami lewat jalur cepat menuju puncak
sehingga dari pos kedua, kami memotong jalur langsung menuju ke puncak. Motong jalur
aja jalurnya bentukannya masih berat, apalagi ndak motong jalan bisa tepar diperjalanan sayanya :’)
Jalur yang kami lewati
berupa jalan setapak yang rumputnya mulai mati karena sering terinjak-injak dan
kiri-kanannya berupa hutan ala-ala pegunungan gitu deh. Masih alami banget
pokoknya daerah sekitarnya, berdasarkan penjelasan Mas Dimas alam sekitar
Gunung Api Purba itu dilindungi sama dunia lo. Bangga ndak nih kalian? Saya sih kagum pas denger itu hehe.
Di kanan-kiri jalur juga
tumbuh pohon buah-buahan seperti duwet (re:
buah sejenis berry-berry an berwarna ungu gelap jika matang, rasanya
manis-manis sepat gimana gitu), duwet ini bisa dimakan ya ndak beracun sama sekali. selain duwet,
ada juga buah lain (ini namanya saya lupa juga buah apa), bentuknya bundar,
kulitnya berwarna hijau-kuning, dalamnya berwarna merah. Buah tersebut banyak
dijumpai disepanjang jalur, tapi hati-hati gaes
kata Mas Dimas buahnya beracun dan otomatis ndak
bisa dimakan.
Itu baru jalur yang
biasa-biasa saja. Masih ada jalur yang luar biasa menegangkan untuk dilewati. Bayangkan
ya bayangkan, saya ingin kalian membayangkan dua batu besar (sebesar gunung)
saling menghimpit namun masih terdapat sedikit celah diantara himpitan kedua
batu besar itu. Sudah terbayangkan?
Okedeh ,
Kalo sudah
terbanyangkan,
Kalian percaya ndak jalur naiknya itu ada di celah
sempit antara dua batu besar itu, kaget? Ndak
lah ya? Udah ketebak wkwk. Saya sempat kaget waktu itu gaes, bayangkan lagi capek-capeknya habis naik dengan jalur sempit
dan harus melewati jalur yang luar biasa lebih horor lagi. Dan lebih horror nya
lagi, jalur semacam itu ada dua gaes.
Iya, ada dua. Dalam perjalanan menuju puncak kami harus melewati jalur yang
melewati dua batu besar itu dua kali. Dan ditambah lagi, jalur tersebut
sebenarnya terdapat pada zona lemah (alias zona sesar), dimana kalo terjadi
pergeseran pada salah satu batu saja, jalur tersebut bisa aja terkubur.
Ya walaupun perjalanan
menuju puncaknya cukup menegangkan dan saat itu sedang dalam bulan puasa dan
tentunya teman-teman saya puasa semua kecuali saya dan teman perempuan yang
sedang haid, tapi setelah sampai puncak kami disuguhi pemandangan yang luar
biasa bagusnya. Karena ya, saya belum pernah naik gunung kan, dan itu pertama
kalinya saya naik gunung. Ya, meskipun ketinggiannya hanya 700 mdpl, saya cukup
bahagia dan bersyukur Tuhan masih kasih saya kesempatan itu :))
Oiya, berikut ini saya tuliskan beberapa biaya yang saya dan teman-teman keluarkan waktu itu. Fyi, kami ber-9 waktu itu dengan 5 motor.
Biaya retribusi parkirnya Rp. 2.000 x 5 motor = Rp. 10.000Retribusi Pemkab Rp. 2.000 x 9 orang = Rp. 18.000Tiket masuknya Rp. 13.000 x 9 orang = Rp. 117.000Biaya jasa pemandu wisata Rp. 70.000 x 1 orang = Rp. 70.000___________________________________________________ +Total = Rp. 215.000
karlisa... aku so kaget ternyata ini blog mu ya wkwkw...
BalasHapusAwalnya aku cuman search tentang KL, eh keluar ini blog. Terus penasaran karena pernah denger nama sahabat moci hehehe
Mantap Kar, teruslah berkarya
Aakk Hudaa, ketahuan deh :"
HapusBlog ini isinya mah curcol semua hehee
Tetep semangat juga Huda buat vlog nya! :))