Sabtu, 16 Juni 2018

Liburan : Tim Desa Binaan HMTG FT UGM Ke Nglanggeran

Tepat 9 Juni 2018 lalu saya dan beberapa tim desa binaan HMTG FT UGM melakukan studi banding mengenai pengembangan dari sebuah obyek geowisata di Gunung Api Purba Nglanggeran. Lokasi dari Gunung Api Purba ini sendiri adalah Nglanggeran Wetan, Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul Regency, Special Region of Yogyakarta 55862.

Sebenarnya studi banding itu salah satu cara saya mengisi liburan saya saat itu. Mumpung saya masih di jogja kan ya, terus ada kegiatan studi banding ke sana dan kebetulan saya belum pernah kesana. Saya tertarik sekali karena berhubungan dengan masyarakat sekali kan obyek wisata itu. Maksudnya seluruh elemen masyarakat di sekitar Gunung Api Purba Nglanggeran itu turut ikut serta dalam pengembangan obyek wisata tersebut, dari segi keindahan alam, budaya, kuliner, seluruhnya dibungkus dengan apik dan menarik.
Tak sedikit turis local maupun mancanegara datang berkunjung ke kawasan geowisata Gunung Api Purba Nglanggeran. Benar adanya, ketika saya dan teman-teman sampai di pintu masuknya saja kami sudah bertemu dengan dua rombongan turis mancanegara berkebangsaan Cina (hmm, mungkin lo ya, kalau ndak ya Jepang atau Korea, soalnya saya belum bisa membedakan antara ketiganya. Karena serumpun jadi saya anggap sama hehe… ya maaf kalo beda ._.)
Itu baru di pintu masuknya, pas kami dalam perjalanan menuju puncak, kami bertemu lagi dengan dua rombongan turis mancanegara (mungkin), usianya seumuran dengan kami, tingginya hampir sama, badannya juga hampir sama besarnya, Cuma beda warna kulitnya aja (waduh, peace mas mbak bro sis :v)
Di sepanjang perjalanan mas pemandu wisata kami ndak ada  henti-hentinya ngomong panjang lebar memberikan penjelasan mengenai obyek wisata tersebut. Pemandu wisata kami itu namanya Mas Dimas (nama sementara, karena saya lupa nama aslinya masnya siapa .-.)
Sempet heran juga masnya latihan fisiknya ngapain aja ya? Kok kuat jalan dengan jalur yang sedemikian sulitnya (buat saya ya, kebetulan saat itu asma saya lagi kambuh dan sebelumnya saya belum ada persiapan fisik semacam latfis sama sekali, jadi itu berat bangett :’)), apalagi ditambahi ngomong terus ngasih penjelasan, belum lagi kalo pertanyaan dari wisatawannya ndak karuan kan.
Pemandangan dari Pos Pemberhentian 1

Obyek wisata ini terdiri dari 5 pos pemberhentian, namun saat itu kami lewat jalur cepat menuju puncak sehingga dari pos kedua, kami memotong jalur langsung menuju ke puncak. Motong jalur aja jalurnya bentukannya masih berat, apalagi ndak motong jalan bisa tepar diperjalanan sayanya :’)

Jalur yang kami lewati berupa jalan setapak yang rumputnya mulai mati karena sering terinjak-injak dan kiri-kanannya berupa hutan ala-ala pegunungan gitu deh. Masih alami banget pokoknya daerah sekitarnya, berdasarkan penjelasan Mas Dimas alam sekitar Gunung Api Purba itu dilindungi sama dunia lo. Bangga ndak nih kalian? Saya sih kagum pas denger itu hehe.
Di kanan-kiri jalur juga tumbuh pohon buah-buahan seperti duwet (re: buah sejenis berry-berry an berwarna ungu gelap jika matang, rasanya manis-manis sepat gimana gitu), duwet ini bisa dimakan ya ndak beracun sama sekali. selain duwet, ada juga buah lain (ini namanya saya lupa juga buah apa), bentuknya bundar, kulitnya berwarna hijau-kuning, dalamnya berwarna merah. Buah tersebut banyak dijumpai disepanjang jalur, tapi hati-hati gaes kata Mas Dimas buahnya beracun dan otomatis ndak bisa dimakan.
Buah Beracun Ditemukan di Sepanjang Jalur Pendakian.

Itu baru jalur yang biasa-biasa saja. Masih ada jalur yang luar biasa menegangkan untuk dilewati. Bayangkan ya bayangkan, saya ingin kalian membayangkan dua batu besar (sebesar gunung) saling menghimpit namun masih terdapat sedikit celah diantara himpitan kedua batu besar itu. Sudah terbayangkan?
Okedeh ,
Kalo sudah terbanyangkan,
Kalian percaya ndak jalur naiknya itu ada di celah sempit antara dua batu besar itu, kaget? Ndak lah ya? Udah ketebak wkwk. Saya sempat kaget waktu itu gaes, bayangkan lagi capek-capeknya habis naik dengan jalur sempit dan harus melewati jalur yang luar biasa lebih horor lagi. Dan lebih horror nya lagi, jalur semacam itu ada dua gaes. Iya, ada dua. Dalam perjalanan menuju puncak kami harus melewati jalur yang melewati dua batu besar itu dua kali. Dan ditambah lagi, jalur tersebut sebenarnya terdapat pada zona lemah (alias zona sesar), dimana kalo terjadi pergeseran pada salah satu batu saja, jalur tersebut bisa aja terkubur.
Papan Penunjuk Lokasi Berikutnya.

Ya walaupun perjalanan menuju puncaknya cukup menegangkan dan saat itu sedang dalam bulan puasa dan tentunya teman-teman saya puasa semua kecuali saya dan teman perempuan yang sedang haid, tapi setelah sampai puncak kami disuguhi pemandangan yang luar biasa bagusnya. Karena ya, saya belum pernah naik gunung kan, dan itu pertama kalinya saya naik gunung. Ya, meskipun ketinggiannya hanya 700 mdpl, saya cukup bahagia dan bersyukur Tuhan masih kasih saya kesempatan itu :))
Pemandangan Dari Puncak, Inframe: Saya, Took by: Bang Gading.
Oiya, berikut ini saya tuliskan beberapa biaya yang saya dan teman-teman keluarkan waktu itu. Fyi, kami ber-9 waktu itu dengan 5 motor. 
Biaya retribusi parkirnya Rp. 2.000 x 5 motor = Rp. 10.000
Retribusi Pemkab Rp. 2.000 x 9 orang = Rp. 18.000
Tiket masuknya Rp. 13.000 x 9 orang = Rp. 117.000
Biaya jasa pemandu wisata Rp. 70.000 x 1 orang = Rp. 70.000
___________________________________________________ +
Total                                                                                      = Rp. 215.000

2 komentar:

  1. karlisa... aku so kaget ternyata ini blog mu ya wkwkw...
    Awalnya aku cuman search tentang KL, eh keluar ini blog. Terus penasaran karena pernah denger nama sahabat moci hehehe

    Mantap Kar, teruslah berkarya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aakk Hudaa, ketahuan deh :"
      Blog ini isinya mah curcol semua hehee

      Tetep semangat juga Huda buat vlog nya! :))

      Hapus

Ayo diskusi bareng, sebisa mungkin akan kubalas kok :)